Permainan tradisional tidak banyak dikenali oleh anak-anak
zaman sekarang, terutama mereka yang tinggal di perkotaan. Padahal,
memperkenalkannya pada anak dapat memperkaya wawasan berpikir dan keterampilan
fisiknya.
Tidak dapat disangkal , anak-anak generasi sekarang, terutama yang dibesarkan di perkotaan lebih mengenal permainan elektronik seperti komputer atau video games, ketimbang jenis permainan tradisional. Bermain games online sepertinya menjadi bagian dari keseharian dan gaya hidup anak masa kini dibanding permainan seperti bekel, gasing, engklek, gobak sodor atau congklak. Keterbatasan lahan tempat bermain, terutama di kota menambah sebab bergesernya permainan tradisional ini.
Tidak dapat disangkal , anak-anak generasi sekarang, terutama yang dibesarkan di perkotaan lebih mengenal permainan elektronik seperti komputer atau video games, ketimbang jenis permainan tradisional. Bermain games online sepertinya menjadi bagian dari keseharian dan gaya hidup anak masa kini dibanding permainan seperti bekel, gasing, engklek, gobak sodor atau congklak. Keterbatasan lahan tempat bermain, terutama di kota menambah sebab bergesernya permainan tradisional ini.
Padahal permainan tradisional dapat mengisi kekosongan
penanaman nilai sosial dan latihan fisik dalam permainan modern. Lantas
nilai dan manfaat apa saja yang bisa diperoleh anak saat ia berkesempatan
memainkan permainan tradisonal ?
1. Memahami konsep sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara terbuka. Namun, apabila si kecil belum mau memperlihatkan watak bermain seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami oleh anak usia 6 tahun.
Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orangtua adalah menghargai anak karena ia bermain dengan sikap sportif.
1. Memahami konsep sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara terbuka. Namun, apabila si kecil belum mau memperlihatkan watak bermain seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami oleh anak usia 6 tahun.
Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orangtua adalah menghargai anak karena ia bermain dengan sikap sportif.
2. Melatih Kemampuan fisik anak
Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan
permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang berlebih karena sejak usia 5-6 tahun anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional semacam lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan anggota badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan motorik dan koordinasi tubuh anak.
Demikian pula dalam permainan bekel, anak dilatih mengubah posisi biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak dii sebelahnya. Aktivitas ini merupakan latihan motorik halus yang penting bagi perkembangan anak dikemudian hari.
3. Belajar mengelola emosi
Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat survive dalam kehidupannya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali karet yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tiak bisa melompati ketinggian karet yang direntangkan maka ia harus menerima kekalahannya sebagai konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola emosi semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung melatih kecerdasan emosional anak.
4. Menggali kreativitas
Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah. Misalnya pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil.
Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak. Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan.
Latihan menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional ini anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak variasi yang dapat dilakukan.
5. Mengenal kerja sama
Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal. Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan dimakan kelompoklawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat melindungi bagian tubuh dan ekornya.
6. Meningkatkan kepercayaan diri
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
7. Bersosialisasi lewat permainan
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial.
Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.
Memperkenalkan permainan tradisonal kepada anak berarti juga mewariskan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Perkenalan si kecil dengan permainan tradisional ini dapat menjadi khasanah baru yang memperkaya wawasan berpikir dan meningkatkan keterampilan fisik si kecil.
0 komentar:
Posting Komentar